Setelah membaca artikel beliau, saya
tergerak untuk kembali mengangkat tema tersebut. Pada postingan yang
lalu saya telah menyinggung tentang masalah pentingnya proposal usaha. Kali ini saya akan coba berikan kepada anda contoh akibat langsung jika anda meremehkan sebuah perencanaan bisnis.
Bejo dan Trimbil adalah sepasang sahabat
karib sejak masa kuliah. Mereka juga punya kesenangan yang sama,
menyukai tantangan, sehingga mereka kerap bersaing. Setelah mereka
lulus, mereka terpisah karena sibuk dengan urusan masing-masing.
Akan tetapi setiap ada kesempatan,
mereka berusaha untuk saling bertemu. Hingga suatu saat, mereka
sama-sama mengikuti sebuah seminar bisnis. Begitu selesai, ternyata
mereka berdua sepakat bahwa inilah yang mereka cari-cari selama ini.
Si Bejo langsung memutuskan untuk mencari bisnis. Akhirnya ia menemukan bisnis pertamanya, distributor produk consumer goods. Ia segera memulai usahanya dengan membeli produk tersebut dalam jumlah yang besar.
Ia kemudian memasang iklan untuk mencari
seorang sales supervisor dan 8 orang salesman. Kemudian ia memutuskan
untuk mencari agen. Ternyata dalam waktu cepat ia sudah mendapatkan
seorang agen yang mau membeli dalam partai yang besar.
Bejo langsung merasakan keuntungannya.
Pundi-pundi uangnya semakin banyak. Kemudian ia mendatangi si Trimbil.
Ternyata si Trimbil belum memulai usahanya.
Ia sedang menulis tentang bagaimana
nanti bisnisnya akan berjalan. Disindirnya si Trimbil tadi. Kata si
Bejo, “Wah, kamu terlalu banyak pertimbangan. Nggak jalan-jalan usahamu.
Bisnis itu yang penting langsung hajar. Praktek, nggak kebanyakan teori
kayak kamu. Nih, aku dah untung banyak. Aku bisa jual sampai 1,5 ton
per bulan”
Trimbil tetap santai. Ia lebih
berhati-hati dalam mengambil keputusan. Trimbil tidak silau akan
dahsyatnya bisnis si Bejo. Ia lebih memilih untuk membuat perencanaan
bisnis.
Ia memulainya dengan melakukan riset pemasaran. Trimbil tidak product oriented.
Ia membuat masakan yang ia testerkan kepada 30 orang. Kritik dan
saranpun berdatangan. Akhirnya ia bisa membuat makanan yang bisa
memuaskan 30 responden tersebut.
Kemudian ia mempelajari bagaimana cara
membaca laporan keuangan. Lima hari kemudian ia paham garis besarnya. Ia
memilih untuk meng-hire seorang konsultan keuangan lepas buat mengerjakan laporan keuangannya tiap 3 bulan sekali.
Kemudian Trimbil menerapkan hukum pareto, mencari 10 lokasi yang pas buat usahanya, agar pertimbangannya banyak. Trimbil juga mulai mempelajari badan hukum. Mulai dari perusahaan perseorangan, firma, persekutuan komanditer dan perseroan terbatas. Semua ia pelajari dengan seksama.
Ia menghubungi temannya yang bekerja di
bagian HRD untuk menanyakan bagaimana cara yang baik dalam mencari
karyawan. Ia juga menanyakan bagaimana sistem penggajiannya,
tunjangannya serta rancangan kontrak kerjanya.
Trimbil juga mencari tahu bagaimana jika
nanti ternyata ia menggunakan investor. Ia memutuskan untuk mencari
seorang pengacara bisnis. Ia tanyakan secara rinci bagaimana rancangan bahasa kontrak bisnis-nya. Semuanya ia tulis detail dalam sebuah perencanaan bisnis.
Tak terasa waktu sudah berjalan 6 bulan.
Kemudian ia memutuskan untuk menengok si Bejo. Apa yang ia lihat
sekarang ternyata berbeda dengan yang ia perkiraan. Si Bejo terlihat
kusut. Bisnisnya hancur. Ia ditipu oleh agennya. Hal itu disebabkan
karena ia sendiri yang membuat surat perjanjiannya. Ternyata surat
perjanjiannya tidak kuat di mata hukum.
Kemudian ia tidak tahu bagaimana cara
memantau kinerja salesnya. Banyak salesnya yang ternyata tidak turun ke
lapangan. Gaji yang ia berikan ke supervisornya juga terlalu tinggi.
Ia tidak tahu sama sekali bagaimana cara
memberikan gaji yang pas. Ia hanya mengira-ira saja. Dan parahnya, Bejo
ditinggal oleh sales terbaiknya karena usahanya dinilai tidak
berprospek.
Satu lagi yang yang membuat Bejo hancur,
ia tidak menggunakan badan hukum. Begitu pihak pabrik meminta
pertanggungjawaban atas barang yang ia ambil, ia tidak dapat
melunasinya. Stok di gudang menumpuk karena sales terbaiknya pergi.
Rumahnya disita buat melunasi hutangnya.
Bejo tidak tahu bahwa jika dia
menggunakan PT, harta pribadinya bisa ia selamatkan. Investornya juga
merasa dirugikan. Ia merasa ditipu oleh si Bejo. Ternyata ia tidak
membuat perjanjian dengan investor tentang bagaimana nantinya jika
perusahaan merugi. Ia beranggapan karena investornya adalah teman dekatnya, ia tidak perlu membuat kontrak bisnis dengannya.
Apa yang bisa anda pelajari dari mereka berdua? Bejo tidak merencanakan kesuksesan. Walaupun mengambil tindakan adalah bagian terpenting dalam memulai sebuah bisnis baru, Bejo tidak mempersiapkan diri untuk belajar dasar-dasar kepemilikian sebuah bisnis. Ia terpaksa harus mengecap pahitnya dunia bisnis yang nyata, bangkrut dan kehilangan uang.
Sebuah perencanaan bisnis bukan hanya lembaran kertas yang fungsinya untuk mencari investor.
Bukan buat gaya-gayaan, bukan juga seperti tugas kuliah biar bisa dapat
nilai A. Perencanaan bisnis tidak hanya sebuah peta perjalanan.
Perencanaan bisnis adalah sebuah daftar tentang hal-hal yang harus anda kerjakan dalam urutan yang benar.
Perencanaan bisnis jangan diartikan sebagai “membuat bisnis yang
terlalu sempurna” atau perfeksionis atau terlalu bertele-tele. Tetapi
perencanaan bisnis bisa anda gunakan untuk mengelola dan meminimalisir resiko kegagalan.
Anda tahu siapa analogi karakter si Bejo
diatas? Itulah saya dulu pada waktu awal memulai bisnis. Meremehkan
perencanaan bisnis, terlalu terburu-buru dan yakin semuanya bisa
berjalan dengan lancar tanpa adanya bisnis plan.
Jangan sampai anda seperti saya,
merasakan benar-benar pahitnya dunia bisnis nyata. Butuh waktu yang lama
untuk mengembalikan semuanya. Tidak hanya uang, tapi juga mental dan
kepercayaan…
(sumber gambar : rmagz.blogspot.com)
0 comments:
Post a Comment